Review Serial TITISAN: Setelah 5 Episode...
TABLOIDBINTANG.COM - PERINGATAN: Review ini mengandung bocoran dan jalan cerita serial Titisan. Buat yang belum nonton, sebaiknya lihat dulu serialnya di aplikasi video streaming WeTV.
Serial Titisan bukan serial horor biasa. Ada romansanya, tapi itu cuma bumbu. Ada hantu yang bikin kaget. Tapi itu juga bukan sajian utama. Sinopsis pendek di WeTV menjelaskan dengan baik walau hanya gambaran umum yang kita dapat.
Begini ditulis dalam sinopsis pendek itu:
“Thalia hanya ingin menyesuaikan diri dengan kampus barunya, tapi hantu masa lalunya membawa hidupnya ke arah lain. Setiap perubahan adalah pilihan yang harus dibuat. Akankah dia akhirnya menjadi apa yang ditakdirkan, atau menjadi apa yang dia inginkan?”
Di awal cerita, kita dikenalkan pada Thalia (Amanda Rawles) yang baru pindah kuliah dari Jakarta ke daerah. Sebagai mahasiswi baru ia segera jadi korban perundungan cewek-cewek “penguasa” kampus, yakni Dominique dan gangnya. Lalu, ada pula pacar Dominique, Arra (Arya Vasco) yang juga menunjukkan rasa tertarik pada Thalia.
Sampai di sini plot berjalan selayaknya cerita klise mahasiswi/siswi baru yang ditaksir cowok idola kampus/sekolah tapi dirundung siswi/mahasiswi paling beken karena merasa tersaingi dan posisinya terancam.
Lalu, Thalia melihat sosok hantu di toilet kampusnya. Kita segera tahu, Thalia bukan gadis biasa. Ia punya kemampuan supranatural bisa berkomunikasi dengan hantu. Kita juga bakal langsung menebak, hantu di toilet kampus itu punya cerita tersendiri hingga ia jadi hantu penunggu toilet.
Penonton bakal menebak Thalia kemudian bakal membantu si arwah penasaran itu menyelesaikan urusannya yang belum tuntas di dunia. Tapi tidak. Titisan bukan cerita model itu.
Ini bukan kisah Thalia dengan si hantu, namun siapa sebenarnya Thalia?
Misteri Sosok Thalia
Di episode satu, sejak adegan pertama, sudah ada petunjuk ini bukan cerita horror biasa. Serial ini dibuka dengan sebuah ritual yang tampaknya berlangsung di pelosok Jawa era lampau. Ritual persembahan seorang bayi itu diganggu seorang wanita yang dipanggil Sukma (Wulan Guritno).
Sukma dan pengikutnya membunuhi para anggota sekte lain, termasuk seorang wanita yang memimpin upacara ritual itu. Sukma ia sebut pengkhianat.
Yang nonton episode pertama segera dapat gambaran kalau Sukma adalah sang antagonis atau “si jahat” di serial ini. Di masa kini, kita tebak ia bakal mengincar Thalia.
Dengan begitu, dalam benak kita Thalia adalah sang protagonis atau “si baik” dalam kisah ini. Tapi lagi-lagi ceritanya tak sesederhana itu. Kita segera tahu kalua Arra adalah putra dari Sukma. Ini tentu menimbulkan ironi, sejoli serial ini punya rintangan besar di depan: orangtua si cowok adalah tokoh jahat yang ingin membinasakan si baik.
Lewat kakeknya yang melarikan diri dari rumah sakit jiwa, yang semula dikira sudah meninggal, Thalia diberi tahu kalau ia bukan gadis sembarangan. Sang kakek bahkan memanggilnya “Kanjeng Putri”. Sekali lagi, siapa sebenarnya Thalia?
Jawaban atas pertanyaan itu adalah inti dari serial yang disutradarai Ginanti Rona ini. Ini kisah horor ketiga yang dibesutnya. Sebelumnya ia menggarap film horor-slasher Midnight Show (2016) dan Lukisan Ratu Kidul (2019). Sebelumnya lagi, ia menjadi asisten sutradara di film Rumah Dara (2009) serta The Raid (2011) dan The Raid 2 (2014).
Gita, demikian ia biasa disapa, menggarap Titisan dengan rapi. Horor yang sekadar memanfaatkan jump scare penonton tak mendominasi. Ia sadar kekuatan utama serialnya adalah pada cerita.
Efek khusus yang ia sajikan di atas rata-rata serial yang tayang di TV swasta. Namun, masih di bawah film horror yang digarap dengan production value maksimal. Sedikit banyak, kualitas efek khususnya mengingatkan saya pada serial-serial superhero yang tayang di stasiun TV CW di AS sana yang tergabung dalam jagat Arrowverse (Arrow, The Flash, Supergirl, Legends of Tomorrow, Black Lightning, Batwoman, dan Superman & Lois).
Efek khusus serial The Flash tentu saja tak semegah film-film superhero Marvel yang ditujukan bagi penonton bioskop, namun masih cukup memanjakan mata penonton. Dan, kekuatan utama serial-serial itu juga pada ceritanya, bukan pada efek khususnya.
Baik Versus Jahat
Skenario yang ditulis Husein M. Atmodjo bareng Ve Handojo sebagai script supervisor dan terinspirasi buku Conversation with Ghosts karya Citra Prima ini sejatinya menceritakan ulang kisah abadi kebaikan lawan kejahatan. Namun, yang membuat serial Titisan terasa istimewa, setidaknya untuk ukuran jagat sinema Indonesia, kita tidak langsung disuguhi pertarungan si baik versus si jahat.
Dengan jitu, penonton ditipu mengenai siapa pihak yang baik dan yang jahat. Di episode lima yang merupakan episode sebelum bab terakhir serial ini, kita akhirnya tahu yang kita kira pihak baik ternyata jahat, dan sebaliknya pihak baik menggunakan segala cara—termasuk membunuh dan insest—demi iblis tidak jadi pemenang dalam perang si baik versus si jahat.
Titisan seolah mengingatkan kita, yang baik tak selamanya baik. Dan yang kita kira jahat, sebetulnya mungkin berhati mulia. Lewat sosok Sukma, yang aslinya siluman ular, misalnya, mitos soal ular sebagai penggoda sebagaimana diceritakan dalam kisah agama-agama besar dibongkar. Dan mungkin sekali iblis menitis ke dalam sosok yang jelita. Seperti Thalia? Mungkin…
Episode enam serial Titisan tayang di aplikasi video streaming WeTV minggu ini untuk pelanggan VIP.\